Selasa, 17 April 2012

Pendidikan Multikultural

IMPLEMENTASI DAN PENGEMBANGAN
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH
Oleh : Nuril Furkan *)

A.Pendahuluan
Sekarang ini, jumlah pulau di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berjumlah 17.667 pulau besar dan kecil. Populasi penduduknya berjumlah kira-kira 210 juta jiwa, terdiri dari 350 kelompok etnis dan adat istiadat yang menggunakan hampir 200 bahasa dan dialek local yang berbeda. Dari sudut agama mereka memeluk Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Konghu Cu serta berbagai macam aliran kepercayaan lainnya. Dengan jumlah penduduk, etnis, suku, agama, adat, bahasa daerah dan pulau yang banyak acapkali Indonesia dikatakan sebagai negara yang multi etnis dan multi agama (Yani Kusmarni, 2010).
Keragaman yang begitu banyak, disadari atau tidak dapat menimbulkan konflik-konflik sosial apabila tidak dikelola dengan baik, apalagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai kemajuan teknologi komunikasi dan informasi telah mengubah dimensi kehidupan masyarakat Indonesia dari waktu ke waktu. Perubahan budaya masyarakat seiring dengan proses globalisasi telah menembus pola kehidupan masyarakat baik melalui kondisi nyata maupun dalam dunia maya. Proses globalisasi yang kuat dibarengi dengan adanya ruang gerak untuk mengembangkan eksistensi memunculkan dimensi dimana setiap orang dan kelompok ingin berkarya dan menampilkan eksistensinya dihadapan kelompok lain. Arus globalisasi menjadikan batas-batas negara atau wilayah secara geografis tidak diperhatikan lagi, hal tersebut sesuai dengan pendapat Suyatno bahwa “era global konsep negara menjadi tidak penting lagi karena secara empirik suatu bangsa tidak akan mampu mengisolasi negara dan pemerintahnya dari pengaruh-pengaruh global”.
Konsep-konsep kehidupan bernegara, kehidupan berbangsa dan eksistensi nilai-nilai demokrasi serta pengakuan yang belum sepenuh dipahami oleh masyarakat dan bangsa Indonesia melahirkan suatu pola atau pemikiran baru yang dapat memperkokoh dan mempersatukan keragaman tersebut yiatu konsep Multikulturalisme. Multikulturalisme merupakan suatu konsep yang memberikan pemahaman untuk mengakui akan keragaman budaya dan pengakuan eksistensi keragaman budaya. Agar konsep multikulturalisme dapat berkembang dan disadari sebagai suatu perekat antar budaya perlu dilatih dan didik pada generasi penerus melalui proses pendidikan pada Satuan Pendidikan baik pada tingkatan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Menengah Atas.
Pendidikan sebagai proses transformasi budaya diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke genarasi yang lain. Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi karena pendidikan berfungsi sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Pada kenyataan proses pembentukan kepribadian ini berlangsung untuk dua sasaran yaitu mereka yang belum dewasa oleh yang sudah dewasa, dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri. Sedangkan pendidikan sebagai proses penyiapan warga Negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga Negara yang baik.
Implementasi Pendidikan multikultural pada satuan pendidikan dapat memberikan penguatan pada peserta didik tentang pentingnya nilai saling menghargai antar sesama, menghargai keragaman budaya, etnis, agama, suku, ras, perbedaan tingkatan ekonomi, pendidikan, sosial budaya bangsa Indonesia sehingga sudah sejak dini konflik sosial dapat dicegah. Selain itu untuk mengimbangin materi pelajaran yang selama ini menggrogoti pikiran peserta didik yang berakibat nilai-nilai humanis dan jati diri peserta didik makin lama makin terkikis. Betapa pentingnya pendidikan Multikultural untuk diterapkan pada Satuan Pendidikan seperti yang diungkap oleh Azyumardi Azra bahwa “Pembentukan masyarakat multikultural Indonesia yang sehat tidak bisa secara taken for granted atau trial and error, melainkan harus diupayakan secara sistematis, programatis, integrated dan berkesinambungan, dan bahkan perlu percepatan (akselerasi). Salah satu strategi penting dalam mengakselerasikannya adalah pendidikan multikultural yang diselenggarakan melalui seluruh lembaga pendidikan, baik formal atupun non-formal, dan bahkan informal dalam masyarakat luas”.

B. Konsep Multikulturalisme
Menurut J. Sudarminta (2011 : 1) mengatakan multikulturakisme diartikan sebagai: 1) pahama/ideologi yang mengakui dan meghormati dan merayakan keragaman budaya dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara kelompok budaya; keragaman budaya dipandang sebagai mosaik yang indah; 2) faham yang memperjuangkan bukan hanya pengakuan adanya fakta kemajemukan budaya tetapi juga bahwa fakta tersebut perlu dihormati, dilestarikan dan dikembangkan; 3) perbedaan budaya perlu diakui dan dihormati, bukan hanya perbedaan antara budaya (inter cultural differences) tetapi juga perbedaan dalam satu budaya (intra cultural defferences); 4) pergeseran pola pikir dari “berbeda-beda tetapi satu” ke “satu tetapi berbeda-beda”; bukan sekedar pluralisme budaya; 5) pembedaan antara multikulturalisme sebagai diskursus formal/dari atas dan multikulturalisme sebagai diskursus dari bawah; 6) secara politis terkait dengan keadilan sosial, demokrasi dan hak asasi manusia; 7) politik mencari pengakuan (politic of recognition) sebagai warga yang sederajat dan sama hak; 8) hak budaya sebagai salah satu hak sipil (selain hak ekonomi dan sosial) yang wajib dihormati dalam negara demokrasi modern; 9) dikontraskan dengan monokulturalisme dalam negara bangsa yang secara normatif menganut satu budaya yang sama untuk semua.
Parekh dalam Azra, A (2007) mengklasifikasi lima model multikulturalisme yang dapat menjadi acuan penyelenggaraan pendidikan di Tanah Air. Kelima model multikulturalisme yang dimaksud adalah: 1) multikulturalisme isolasionis; 2) multikulturalisme akomodatif; 3) multikulturalisme otonomis; 4) multikulturalisme Kritikal atau Interaktif ; 5) multikulturalisme kosmopolitan.

C. Pentingnya Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak. Dalam konteks Indonesia, yang dikenal dengan muatan yang sarat kemajemukan, maka pendidikan multikultural menjadi sangat strategis untuk dapat mengelola kemajemukan secara kreatif, sehingga konflik yang muncul sebagai dampak dari transformasi dan reformasi sosial dapat dikelola secara cerdas dan menjadi bagian dari pencerahan kehidupan bangsa ke depan.
Pendidikan multikultural sangat relevan dilaksanakan dalam mendukung proses demokratisasi, dimana pada pendidikan multikultural terdapat beberapa hal terkait mengenai; pengakuan hak asasi manusia, tidak adanya diskriminasi dan diupayakannya keadilan sosial. Selain itu, dengan pendidikan multikultural ini dimungkinkan seseorang dapat hidup dengan tenang di lingkungan kebudayaan yang berbeda dengan yang dimilikinya. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dan bahkan paling majemuk di dunia, karena itu agar kemajemukan ini tidak berkembang menjadi ancaman disintegrasi harus diupayakan untuk dikelola (Fajri, M. 2010).
Cardinas, Jose. A. (1975), pentingnya pendidikan multikultural ini didasarkan pada lima pertimbangan: 1) incompatibility (ketidakmampuan hidup secara harmoni); 2) other languages acquisition (tuntutan bahasa lain); 3) cultural pluralism (keragaman kebudayaan); 4) development of positive self-image (pengembangan citra diri yang positif); dan 5) equility of educational opportunity (kesetaraan memperoleh kesempatan pendidikan).
Sedangkan Gollnick, Donna M. (1983) menyebutkan bahwa pentingnya pendidikan multikultural dilatarbelakangi oleh beberapa asumsi: 1) bahwa setiap budaya dapat berinteraksi dengan budaya lain yang berbeda, dan bahkan dapat saling memberikan kontribusi; 2) keragaman budaya dan interaksinya merupakan inti dari masyarakat Amerika dewasa ini; 3) keadilan sosial dan kesempatan yang setara bagi semua orang merupakan hak bagi semua warga negara; 4) distribusi kekuasaan dapat dibagi secara sama kepada semua kelompok etnik; 5) sistem pendidikan memberikan fungsi kritis terhadap kebutuhan kerangka sikap dan nilai demi kelangsungan masyarakat demokratis; dan 6) para guru dan para praktisi pendidikan dapat mengasumsikan sebuah peran kepemimpinan dalam mewujudkan lingkungan yang mendukung pendidikan multikultural.

D. Pendidikan Multikultural
1. Pengertian Pendidikan Multikultural
Sudarminta, J (2011 : 3) mengatakan pendidikan multikultural adalah: 1) upaya untuk menanggapi semakin banyaknya sekolah diberbagai belahan dunia yang dihadiri oleh peserta didik dari berbagai latar belakang budaya, etnis, ras, warna kulit dan kelas sosial; 2) tanggapan praktis terhadap ketidakmemadaian beberapa pendekatan sebelumnya menghadapi keanekaragaman budaya seperti model asismilasi budaya minoritas ke dalam budaya mayoritas, model “salad bowl”, “melting pot” serta rasisme dan deskriminasi terhadap minoritas; 3) upaya mereformasi sekolah guna menciptakan iklim pembelajaran yang memberikan kesempatan sama kepada macam-macam siswa dari kelompok yang kurang beruntung karena latar belakang budaya, suku, agama, ras, jenis kelamin, kelas sosial, sehingga mereka nantinya juga dapat memperoleh kesempatan yang sama dalam memasuki pasar kerja dan membangun masyarakat yang adil, demokratis dan sejahtera.
Menurut Lasmawan (2004) mengatakan pendidikan multikultur adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Hal yang sama juga dikatakan Banks, J.A, (2001) bahwa pendidikan multikultural adalah konsep, ide atau falsafah sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set of believe) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara.
Pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak (Asy’arie, M. 2004).
Jadi pendidikan multikultural adalah proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah untuk memberikan pemahaman pada peserta didik mengenai keragaman budaya, etnik, ras, agama baik di sekolah maupun di masyarakat serta pola interaksi akibat adanya keanaekaragaman sehingga tidak ada sikap diksriminasi terhadap kelompok tertentu dan terhindarnya konflik antara kelompok.
2. Tujuan dan fokus pendidikan multikultural
a. Tujuan pendidikan multikultural
Menurut Sudarminta, J (2011 : 5) mengatakan tujuan pendidikan multikultural sebagai berikut: 1) mengadakan gerakan reformasi pendidikan guna mengusahakan agar keragaman latar belakang budaya, ras, etnik, agama dan gender peserta didik dapat memperkaya budaya bangsa dan tidak menjadi sumber konflik ataupun deskriminasi sosial; 2) membantu individu memperoleh pemahaman diri yang lebih mendalam dengan melihat dirinya dari pespektif budaya lain sehingga tumbuh pengenalan, saling pengertian, bersikap toleran dan hormat terhadap individu dari budaya lain yang berbeda dengan dirinya; 3) mengintegrasikan muatan multikultural dalam kurikulum yang ada sehingga dampak negatif dari dominasi budaya dan etnik tertentu dalam kurikulum yang sudah ada dapat dihindarkan; 4) mengurangi prasangka negatif dan sentimen kesukuan, etnik, budaya, gender dan keagamaan di sekolah dan di masyarakat; 5) menunjang terciptanya masyarakat yang lebih demokratis, adil, damai dan sejahtera secara merata; 6) mengembangkan nasionalisme baru yang menekankan kesatuan dalam kebhinekaan; 7) mengurangi derita dan deskriminasi yang diamali oleh anggota etnik tertentu dan kelompok ras tertentu karena ciri-ciri budaya mereka yang dianggap tidak selaras dengan budaya arus utama; 8) menyadarkan semua akan pentingnya kebudayaan dalam pendidikan dan bahwa ilmu pengetahuan dikosntruksi secara sosial dan kultural.
Pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang menekankan pada pendekatan progresif untuk memungkinkan semua peserta didik dengan berbagai latar belakang budaya mendapat pendidikan yang adil dan berkualitas sesuai dengan latar belakang yang dimiliki tersebut (Zamroni, 2007). Sedangkan Nieto (1992) dalam Akhmad Sudrajat (2008) menyebutkan bahwa pendidikan multibudaya bertujuan untuk sebuah pendidikan yang bersifat anti rasis; yang memperhatikan ketrampilan-ketrampilan dan pengetahuan dasar bagi warga dunia; yang penting bagi semua murid; yang menembus seluruh aspek sistem pendidikan; mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang memungkinkan murid bekerja bagi keadilan sosial; yang merupakan proses dimana pengajar dan murid bersama-sama mempelajari pentingnya variabel budaya bagi keberhasilan akademik; dan menerapkan ilmu pendidikan yang kritis yang memberi perhatian pada bangun pengetahuan sosial dan membantu murid untuk mengembangkan ketrampilan dalam membuat keputusan dan tindakan sosial.
Tujuan pendidikan dengan berbasis multikultural dapat diidentifikasi: (1) untuk memfungsikan peranan sekolah dalam memandang keberadaan siswa yang beraneka ragam; (2) untuk membantu siswa dalam membangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik, kelompok keagamaan; (3) memberikan ketahanan siswa dengan cara mengajar mereka dalam mengambil keputusan dan keterampilan sosialnya; (4) untuk membantu peserta didik dalam membangun ketergantungan lintas budaya dan memberi gambaran positif kepada mereka mengenai perbedaan kelompok (Nasrudin, I. 2010).
b. Fokus pendidikan multikultural
Fokus pendidikan multikultural menurut Tilaar, H.A.R (2002) mengatakan bahwa dalam program pendidikan multikultural, fokus tidak lagi diarahkan semata-mata kepada kelompok sosial, agama dan kultural mainstream. Pendidikan multikultural sebenarnya merupakan sikap peduli dan mau mengerti ataupun pengakuan terhadap orang lain yang berbeda. Dalam konteks ini, pendidikan multikultural melihat masyarakat secara lebih luas. Berdasarkan pandangan dasar bahwa sikap indeference dan non-recognition tidak hanya berakar dari ketimpangan struktur rasial, tetapi paradigma pendidikan multikultural mencakup subyek-subjek mengenai ketidakadilan, kemiskinan, penindasan, dan keterbelakangan kelompok-kelompok minoritas dalam berbagai bidang baik itu sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan sebagainya.
Dalam konteks deskriptif, pendidikan multikultural seyogyanya berisikan tentang tema-tema mengenai toleransi, perbedaan ethno-cultural dan agama, bahaya diskriminasi, penyelesaian konflik dan mediasi, hak asasi manusia, demokratisasi, pluralitas, kemanusiaan universal dan subje-subjek lain yang relevan (Tilaar, H.A.R. 2002).


3. Pendekatakan-Pendekatan dalam proses Pendidikan Multikultural
Menurut Iis Arifudin (2007) mengatakan ada beberapa pendekatan dalam proses pendidikan multikultural antara lain :
Pertama, perubahan paradigma dalam memandang pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling) atau pendidikan multikultural dengan program-program sekolah formal. Pandangan yang lebih luas mengenai pendidikan sebagai transmisi kebudayaan membebaskan pendidik dari asumsi bahwa tanggungjawab primer dalam mengembangkan kompetensi kebudayaan di kalangan peserta didik. Hal ini semata-mata berada di tangan mereka dan justru seharusnya semakin banyak pihak yang bertanggungjawab karena program-program sekolah terkait dengan pembelajaran informal di luar sekolah.
Kedua, menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik. Yang dimaksud adalah tidak perlu lagi mengasosiasikan kebudayaan semata-mata dengan kelompok-kelompok etnik sebagaimana yang terjadi selama ini. Secara tradisional, para pendidik mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan kelompok-kelompok sosial yang relatif self sufficient daripada dengan sejumlah orang yang secara terus menerus dan berulang-ulang terlibat satu sama lain dalam satu atau lebih kegiatan. Dalam konteks pendidikan multikultural, pendekatan ini diharapkan dapat mengilhami para penyusun program-program pendidikan multikultural untuk menghilangkan kecenderungan memandang peserta didik secara stereotype menurut identitas etnik mereka, dan akan meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar mengenai kesamaan dan perbedaan di kalangan peserta didik dari berbagai kelompok etnik.
Ketiga, karena pengembangan kompetensi dalam suatu kebudayaan baru biasanya membutuhkan interaksi inisiatif dengan orang-orang yang sudah memiliki kompetensi, bahkan dapat dilihat lebih jelas bahwa upaya-upaya untuk mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik adalah antitesis terhadap tujuan pendidikan multikultural. Mempertahankan dan memperluas solidaritas kelompok adalah menghambat sosialisasi ke dalam kebudayaan baru. Pendidikan bagi pluralisme budaya dan pen didikan multikultural tidak dapat disamakan secara logis.
Keempat, pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan . Adapun kebudayaan mana yang akan diadopsi itu ditentukan oleh situasi yang ada disekitarnya.
Kelima, pendidikan multikultural, baik dalam sekolah maupun luar sekolah meningkatkan kesadaran tentang kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kesadaran seperti ini akan menjauhkan kita dari konsep dwi budaya atau dikotomi antara pribumi dan non-pribumi. Dikotomi semacam ini bersifat membatasi individu untuk sepenuhnya mengekspresikan diversitas kebudayaan. Pendekatan ini meningkatkan kesadaran akan multikulturalisme sebagai pengelaman moral manusia. Kesadaran ini mengandung makna bahwa pendidikan multikultural berpotensi untuk menghindari dikotomi dan mengembangkan apresiasi yang lebih baik melalui kompetensi kebudayaan yang ada pada diri peserta didik.
Pendapat lain mengatakan pendekatan dalam pendidikan multikultural meliputi: a) pengajaran yang diberikan kepada mereka yang berbeda secara kultural dilakukan dengan penitikberatan agar di kalangan mereka terjadi perubahan kultural; b) memperhatikan pentingnya hubungan manusia dengan mengarahkan atau mendorong siswa memiliki perasaan positif, mengembangkan konsep diri, mengembangkan toleransi dan mau menerima orang lain; c) menciptakan arena belajar dalam satu kelompok budaya; d) pendidikan multikultural dilakukan sebagai upaya mendorong persamaan struktur sosial dan pluralisme kultural dengan pemerataan kekuasaan antar kelompok; e) pendidikan multikultural sekaligus sebagai upaya rekontruksi sosial agar terjadi persamaan struktur sosial dan pluralisme kultural dengan tujuan menyiapkan agar setiap warga negara aktif mengusahakan persamaan struktur sosial (http://moshimoshi.netne.net/materi/ilmu_pendidikan/bab_9.htm).
4. Dimensi Pendidikan Multikultural
James A. Banks (1993) mengidentifikasi ada lima dimensi pendidikan multikultural yang diperkirakan dapat membantu guru dalam mengimplementasikan beberapa program yang mampu merespon terhadap perbedaan pelajar (siswa) yaitu:
a. Dimensi integrasi isi/materi (content integration).
Dimensi ini digunakan oleh guru untuk memberikan keterangan dengan ‘poin kunci’ pembelajaran dengan merefleksi materi yang berbeda-beda. Secara khusus, para guru menggabungkan kandungan materi pembelajaran ke dalam kurikulum dengan beberapa cara pandang yang beragam. Salah satu pendekatan umum adalah mengakui kontribusinya, yaitu guru-guru bekerja ke dalam kurikulum mereka dengan membatasi fakta tentang semangat kepahlawanan dari berbagai kelompok. di samping itu, rancangan pembelajaran dan unit pembelajarannya tidak dirubah. Dengan beberapa pendekatan, guru menambah beberapa unit atau topik secara khusus yang berkaitan dengan materi multikultural.
b. Dimensi konstruksi pengetahuan (knowledge construction).
Suatu dimensi dimana para guru membantu siswa untuk memahami beberapa perspektif dan merumuskan kesimpulan yang dipengaruhi oleh disiplin pengetahuan yang mereka miliki. Dimensi ini juga berhubungan dengan pemahaman para pelajar terhadap perubahan pengetahuan yang ada pada diri mereka sendiri;
c. Dimensi pengurangan prasangka (prejudice reduction).
Guru melakukan banyak usaha untuk membantu siswa dalam mengembangkan perilaku positif tentang perbedaan kelompok. Sebagai contoh, ketika anak-anak masuk sekolah dengan perilaku negatif dan memiliki kesalahpahaman terhadap ras atau etnik yang berbeda dan kelompok etnik lainnya, pendidikan dapat membantu siswa mengembangkan perilaku intergroup yang lebih positif, penyediaan kondisi yang mapan dan pasti. Dua kondisi yang dimaksud adalah bahan pembelajaran yang memiliki citra yang positif tentang perbedaan kelompok dan menggunakan bahan pembelajaran tersebut secara konsisten dan terus-menerus. Penelitian menunjukkan bahwa para pelajar yang datang ke sekolah dengan banyak stereotipe, cenderung berperilaku negatif dan banyak melakukan kesalahpahaman terhadap kelompok etnik dan ras dari luar kelompoknya. Penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan teksbook multikultural atau bahan pengajaran lain dan strategi pembelajaran yang kooperatif dapat membantu para pelajar untuk mengembangkan perilaku dan persepsi terhadap ras yang lebih positif. Jenis strategi dan bahan dapat menghasilkan pilihan para pelajar untuk lebih bersahabat dengan ras luar, etnik dan kelompok budaya lain.
d. Dimensi pendidikan yang sama/adil atau kesetaraan dalam pendidikan (equitable pedagogy).
Dimensi ini memperhatikan cara-cara dalam mengubah fasilitas pembelajaran sehingga mempermudah pencapaian hasil belajar pada sejumlah siswa dari berbagai kelompok. Strategi dan aktivitas belajar yang dapat digunakan sebagai upaya memperlakukan pendidikan secara adil, antara lain dengan bentuk kerjasama (cooperatve learning), dan bukan dengan cara-cara yang kompetitif (competition learning). Dimensi ini juga menyangkut pendidikan yang dirancang untuk membentuk lingkungan sekolah, menjadi banyak jenis kelompok, termasuk kelompok etnik, wanita, dan para pelajar dengan kebutuhan khusus yang akan memberikan pengalaman pendidikan persamaan hak dan persamaan memperoleh kesempatan belajar.
e. Dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial (empowering school culture and social structure).
Dimensi ini penting dalam memperdayakan budaya siswa yang dibawa ke sekolah yang berasal dari kelompok yang berbeda. Di samping itu, dapat digunakan untuk menyusun struktur sosial (sekolah) yang memanfaatkan potensi budaya siswa yang beranekaragam sebagai karakteristik struktur sekolah setempat, misalnya berkaitan dengan praktik kelompok, iklim sosial, latihan-latihan, partisipasi ekstra kurikuler dan penghargaan staff dalam merespon berbagai perbedaan yang ada di sekolah.


5. Manfaat Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural merupakan sebuah proses dimana seseorang mengembangkan kompetensi dalam beberapa sistem standard untuk mempersepsi, meyakini, dan melakukan tindakan. Beberapa manfaat yang diperoleh dari pendidikan multikultural menurut Nasrudin, I (2010) sebagai berikut :
a) Penerapan pendidikan multikultural sangat penting untuk meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik di beberapa daerah. Melalui pendidikan berbasis multikultural, sikap dan mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman.
b) Metodologi dan strategi pembelajaran multikultural dengan menggunakan sarana audio visual telah cukup menarik minat belajar anak serta sangat menyenangkan bagi siswa dan guru. Karena, siswa secara sekaligus dapat mendengar, melihat, dan melakukan praktik selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini menjelaskan bahwa pembelajaran multikultural sangat baik untuk diterapkan dalam rangka meningkatkan minat belajar siswa yang lebih tinggi.
c) Guru-guru dituntut kreatif dan inovatif sehingga mampu mengolah dan menciptakan desain pembelajaran yang sesuai. Termasuk memberikan dan membangkitkan motivasi belajar siswa, serta memperkenalkan dan mengembangkan nilai-nilai dan sikap toleransi, solidaritas, empati, musyawarah, dan egaliter kepada sesama. Para siswa pun bisa menjadi lebih memahami kearifan lokal yang menjadi bagian dari budaya bangsa.
d) Pendidikan multikultural membantu siswa untuk mengakui ketepatan dari pandangan-pandangan budaya yang beragam, membantu siswa dalam mengembangkan kebanggaan terhadap warisan budaya mereka, menyadarkan siswa bahwa konflik nilai sering menjadi penyebab konflik antar kelompok masyarakat (Savage & Armstrong, 1996).
e) Pendidikan multikultural diselenggarakan dalam upaya mengembangkan kemampuan siswa dalam memandang kehidupan dari berbagai perspektif budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis. (Farris & Cooper, 1994).
f) Dapat membimbing, membentuk dan mengkondisikan siswa agar memiliki mental atau karakteristik terbiasa hidup di tengah-tengah perbedaan yang sangat kompleks, baik perbedaan ideologi, perbedaan sosial, perbedaan ekonomi dan perbedaan agama. Dengan pembelajaran mutikultural para lulusan akan dapat memiliki sikap kemandirian dalam menyadari dan menyelesaikan segala problem kehidupannya.
E. Strategi dan Manajemen Pendidikan Multikultural di Sekolah.
Strategi dan manajemen pendidikan multikultural di sekolah dilakukan melalui berbagai aspek-aspek yang pada sekolah sebagai berikut :
1. Aspek Kurikulum
Menurut A. Efendi Sanusi (2009) mengatakan pendidikan multikultural sebagai wacana baru di Indonesia dapat diimplementasikan tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga dapat dimplementasikan melalui pendidikan nonformal. Dalam pendidikan formal, pendidikan multikultural tidak harus dirancang khusus sebagai muatan substansi tersendiri, tetapi dapat diintegrasikan dalam kurikulum yang sudah ada melalui bahan ajar atau model pembelajaran. Dalam pendidikan nonformal, pendidikan multikultural dapat disosialisasikan melalui pelatihan-pelatihan dengan model pembelajaran yang responsif multikultural dengan mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan, baik ras, suku, maupun agama antara anggota masyarakat.
Berkaitan dengan pendidikan multikultural, Mark K. Smith (2002) memposisikan kurikulum pada 4 (empat) pendekatan, yaitu: (a) kurikulum sebagai silabus (curriculum as a body of knowledge to be transmitted), (b) kurikulum sebagai produk (curriculum as product), (c) kurikulum sebagai proses (curriculum as process), dan (d) kurikulum sebagai praksis (curriculum as praxis).
Menurut Nasrudin, I (2010) bahwa kurikulum yang diperlukan dalam pendidikan multikultural mempunyai tiga komponen utama yaitu 1) isi yaitu mencakup ilmu pengetahuan, teori, konsep, fakta, kontribusi, dan perspektif dari kelompok yang berbeda suku, etnisitas, gender, bahasa, kelas sosial, agama, orientasi seksual, cacat dan tidak cacat, kepercayaan politik dan sebagainya yang secara historis tidak terpresentasikan dalam ranah pendidikan; 2) metode yaitu mencakup strategi pembelajaran yang mengakomodasi gaya pengajaran dan pembelajaran yang berbeda, kebijakan-kebijakan akademik yang mendukung rekrutmen, mentoring, memori siswa multikultural, pengajar, populasi staff, dan proses kurikulum yang mendorong eksplorasi, pengembangan, dan implementasi kurikulum multikultural; dan 3) manusia yaitu menyangkut sisiwa multikultural, pengajar, dan populasi staff yang mendukung dan mengembangkan implementasi kurikulum multikultural melalui metode yang telah digunakan.
2. Aspek Pengelolaan kelas
Pengelolaan kelas sangat penting untuk keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukan pendidik karena pengelolaan kelas yang tidak optimal dan tidak membangkitkan motivasi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang dalam mengungkapkan potensi yang dimiliki peserta didik justru akan menimbulkan sikap apatis dan konflik antar peserta didik sebagai cerminan dari pengelolaan yang kelas yang bersifat diskriminatif.
Penempatan tempat duduk peserta didik dalam satu kelas dapat menyebabkan konflik antara peserta didik karena penempatan tempat duduk peserta didik yang tidak sama atau mendudukkan peserta didik sesuai dengan etnis atau agama masing-masing. Hal ini akan menimbulkan sentimen pribadi peserta didik selain itu interaksi antar peserta didik yang berbeda tidak akan maksimal terjadi sehingga ketika muncul titik persinggungan yang bernuasa negatif sekecil apapun dapat menimbulkan konflik yang lebih besar. Fungsi pengelolaan kelas oleh pendidik menjadi sangat urgen untuk wujudkan secara nyata artinya bermula dari pengelolaan kelas dimunculkan pengelolaan kelas berbasis pendidikan multikultural.
Menurut Sofyan Tan (2010) bahwa dalam pengelolaan kelas seperti pengaturan tempat duduk dengan cara berselang-seling antara etnis Tionghoa dengan warga asli. Hal ini dimaksudkan agar terjadi proses interaksi yang intensif antara etnis yang berbeda-beda.
3. Aspek Perencanaan pembelajaran dan bahan ajar pendidikan multikultural
Perencanaan pembelajaran pendidikan multikultural dapat disusun dengan cara: a) rencana pelaksanaan pembelajaran pendidikan multikultural dikembangkan melalui standar kompetensi dan komptensi dasar yang terdapat dalam mata pelajaran dimana pendidikan multikulturan di integrasikan, misalnya, jika pendidikan multikultural diintegrasikan dengan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan maka dilakukan pengembangan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran kewarganegaraan yang memiliki hubungan dengan pendidikan multikultural; b) rencana pelaksanaan pembelajaran multikultural disusun sendiri oleh guru dengan acuan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sebelumnya telah disusun oleh guru melalui kegiatan Musyawah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau kegiatan workshop. Hal ini dilakukan jika pendidikan multikultural dijadikan materi muatan lokal.
Buku-buku teks yang dipakai guru dalam proses pembelajaran, umumnya, menekankan pembahasannya pada budaya-budaya mayoritas, sementara budaya-budaya minoritas sering diabaikan. Inilah yang disebut dengan bias tidak kelihatan (invisibility). Bias lain yang terdapat dalam buku-buku teks selama ini adalah adanya pemberian label kepada kelompok lain, baik positif atau negatif. Bias ini namanya stereotyping. Misalnya, orang Madura itu ulet dan orang Jawa itu pemalas (Naim, N. 2008).
Selain itu, buku-buku teks yang dijadikan pegangan guru biasanya menggunakan perspektif budaya mayoritas dan mengabaikan perspektif budaya minoritas. Inilah yang disebut bias selectivity and imbalance. Misalnya, buku teks fiqh yang digunakan di sekolah NU, perspektif yang dipilih adalah perspektif yang sejalan dengan paham organisasi, sementara perspektif lain diabaikan. Bias lain yang terdapat dalam buku teks adalah unreality. Maksudnya, buku teks yang dijadikan pegangan guru tidak mengacu kepada data yang riil. Misalnya, buku teks Sejarah Indonesia pada masa Orde Baru banyak yang menginformasikan peristiwa dengan pelaku yang tidak sebenarnya (Naim, N. 2008).
4. Aspek Proses Pembelajaran berbasis Pendidikan Multikultural
Strategi dan manajemen pembelajaran merupakan aspek penting dalam pendidikan multikultural. Harry K. Wong, penulis buku How to be an Active Teacher the First Days of School, sebagaimana dikutip Starr, L.(2004) mendefinisikan manajemen pembelajaran sebagai “praktik dan prosedur yang memungkinkan guru mengajar dan siswa belajar.” Terkait dengan praktik dan prosedur ini, Gracia, Ricardo L. (1982) menyebutkan 3 (tiga) faktor dalam manajemen pembelajaran, yaitu: (a) lingkungan fisik (physical environment), (b) lingkungan sosial (human environment), dan (c) gaya pengajaran guru (teaching style).
Dalam pembelajaran siswa memerlukan lingkungan fisik dan sosial yang aman dan nyaman. Untuk menciptakan lingkungan fisik yang aman dan nyaman, guru dapat mempertimbangkan aspek pencahayaan, warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman, dan musik. Guru yang memiliki pemahaman terhadap latar belakang budaya siswanya, akan menciptakan lingkungan fisik yang kondusif untuk belajar. Sementara itu, lingkungan sosial yang aman dan nyaman dapat diciptakan oleh guru melalui bahasa yang dipilih, hubungan simpatik antar siswa, dan perlakuan adil terhadap siswa yang beragam budayanya (Starr, L. 2004: 4).
Dalam proses pembelajaran guru dapat menggunakan beragam strategi pembelajaran, seperti dialog, simulasi, bermain peran, observasi, dan penanganan kasus (Abdullah Aly, 2003: 70-1). Melalui dialog para guru, misalnya, mendiskusikan sumbangan aneka budaya dan orang dari suku lain dalam hidup bersama sebagai bangsa. Selain itu, melalui dialog para guru juga dapat mendiskusikan bahwa semua orang dari budaya apa pun ternyata juga menggunakan hasil kerja orang lain dari budaya lain. Sementara itu, melalui simulasi dan bermain peran, para siswa difasilitasi untuk memerankan diri sebagai orang-orang yang memiliki agama, budaya, dan etnik tertentu dalam pergaulan sehari-hari. Dalam momen-momen tertentu, diadakan proyek dan kepanitiaan bersama, dengan melibatkan aneka macam siswa dari berbagai agama, etnik, budaya, dan bahasa yang beragam. Sedangkan melalui observasi dan penanganan kasus, siswa dan guru difasilitasi untuk tinggal beberapa hari di masyarakat multikultural. Mereka diminta untuk mengamati proses sosial yang terjadi di antara individu dan kelompok yang ada, sekaligus untuk melakukan mediasi bila ada konflik di antara mereka (Naim, N. 2008).
Dengan strategi pembelajaran tersebut para siswa diasumsikan akan memiliki wawasan dan pemahaman yang mendalam tentang adanya keragaman dalam kehidupan sosial. Bahkan, mereka akan memiliki pengalaman nyata untuk melibatkan diri dalam mempraktikkan nilai-nilai dari pendidikan multikultural dalam kehidupan sehari-hari. Sikap dan perilaku yang toleran, simpatik, dan empatik pun pada gilirannya akan tumbuh pada diri masing-masing siswa (Naim, N. 2008).
5. Aspek Evaluasi berbasis Pendidikan Multikultural
Menurut Sarilan dan Tsabit Azinar Ahmad (2009) mengatakan penilaian pencapaian kompetensi dasar yang bermuatan multikultur bagi peserta didik dilakukan berdasarkan indikator yang bermuatan multikultur. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. Penilaian yang bermuatan multikultur merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
F. Implementasi dan Pengembangan Pendidikan Multikultural di Sekolah
Implementasi dan pengembangan pendidikan multikultural pada satuan pendidikan dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Implementasi pendidikan multikultural
Implementasi pendidikan multikultural dapat dilakukan di sekolah melalui beberapa cara yaitu :
a. Implementasi pendidikan multikultural terintegrasi dengan mata pelajaran
Menurut Iis Arifudin (2007) mengatakan adapun pelaksanaan pendidikan multikultural tidaklah perlu mengubah kurikulum, pelajaran pendidikan multikultural dapat terintegrasi pada mata pelajaran yang lainnya. Hanya saja diperlukan pedoman bagi guru untuk menerapkannya. Yang utama kepada para siswa perlu diajari mengenai toleransi, kebersamaan, HAM, demokratisasi, dan saling menghargai. Hal tersebut sangat berharga bagi bekal hidup mereka dikemudian hari dan sangat penting untuk tegaknya nilai-nilai kemanusiaan.
Jadi implementasi dan pengembangan pendidikan multikultural terintegrasi melalui mata pelajaran dapat dilakukan oleh perguruan tinggi atau sekolah dasar dan menengah sebagai berikut: 1) perguruan tinggi misalnya, dari segi substansi, pendidikan multikultural dapat diintegrasikan misalnya melalui mata kuliah umum, seperti kewarganegaraan, agama, dan bahasa; 2) tingkat SD, SLTP, atau sekolah menengah (SMA), pendidikan multikultural dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran dan bahan ajar seperti agama, sosiologi, dan antropologi, dan dapat melalui model pembelajaran, seperti diskusi kelompok atau kegiatan lainnya.
b. Implementasi pendidikan multikultural melalui kegiatan pengembangan diri.
Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, bakat, minat peserta didik, dan kondisi sekolah.
1) Pengembangan diri terprogram
Pengembangan diri terprogram untuk pendidikan multikultural dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan :
a) Kegiatan intra kurikuler dan ekstra kurikuler
Kegiatan intra dan ekstra kurikuler yang ada di sekolah meliputi Organisasi Siswa Intra Sekolah, Pramuka, Kegiatan Olahraga dan lain-lain yang tentunya akan diikuti oleh siswa yang berasal dari berbagai etnis, budaya.
Menurut Tan, S. (2010) mengatakan bahwa dalam komposisi kepengurusan OSIS juga melibatkan siswa dari berbagai unsur etnis. Agar terjadi kontak fisik alamiah dan melahirkan pemahaman yang baik antar sesama maka adakanlah berbagai kegiatan yang berorientasi kelompok. Dimana tanpa disadari kegiatan tersebut melibatkan berbagai etnis seperti Tim bola basket, volly ball, pentas drama, vocal group, cheert leeder, Pramuka dan sebagainya.
Kegiatan ekstra kurikuler hendaknya juga multinilai. Sikap menghargai orang yang berbeda dari budaya lain akan lebih berkembang bila siswa mempraktikkan dan mengalami sendiri, maka model live-in, tinggal di tengah orang yang berbudaya lain, amat dapat membantu siswa menghargai “budaya lain”. Misalnya siswa dari Bali ikut live-in satu minggu di tengah orang Sunda. Bila mereka mengalami bahwa di situ diterima dengan baik, mereka akan dibantu lebih penghargai budaya Sunda. Proyek dan kepanitiaan di sekolah baik juga diatur dengan lebih variasi dan beragam. Setiap panitia terdiri dari aneka macam siswa dari berbagai suku, ras, agama, budaya, dan jender. Ini akan lebih menumbuhkan semangat kesatuan dalam perbedaan yang ada (Nasrudin, I. 2010).
b) Layanan Konseling
Pembina layanan konseling dalam melaksanakan kegiatan tidak boleh bersikap diskriminatif pada peserta didik, darimana pun asal usul peserta didik ketika mengalami kesulitan dalam pengembangan diri, pengembangan sosial, pengembangan kemampuan belajar dan pengembangan karier harus dilayani secara optimal. Dengan demikian tindakan dan sikap layanan konseling telah mencerminkan layanan yang berbasis multikultural karena sesuai dengan fungsi layanan konseling.
2) Pengembangan diri tidak terprogram
Pengembangan diri tidak terprogram untuk pendidikan multikultural dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pembiasan, spontanitas dan pembinaan disiplin seperti bersalam-salaman antar siswa dengan guru, siswa dengan siswa dan siswa dengan tata usaha. Bentuk-bentuk keteladanan seperti sikap saling menghormati yang ditunjukan oleh guru maupun warga sekolah lainnya.
c. Implementasi pendidikan multikultural melalui muatan lokal
Muatan lokal merupakan mata pelajaran yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satu tahun pelajaran, satuan pendidikan dapat menyelenggarakan lebih dari satu mata pelajaran muatan lokal untuk setiap tingkat.
Implementasi pendidikan multikultural melalui muatan lokal dapat dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan kaidah-kaidah pengembangan muatan lokal maksudnya muatan lokal pendidikan multikultural disesuaikan dengan potensi daerah tempat sekolah berada seperti: 1) keterkaiatan muatan lokal dengan sumber daya alam (SDA); 2) keterkaiatan muatan lokal dengan sumber daya manusia (SDM); 3) keterkaiatan muatan lokal dengan geografis; 4) keterkaiatan muatan lokal dengan budaya; 5) keterkaiatan muatan lokal dengan historis (Direktorat Pembinaan SMA,2010).
d. Implementasi pendidikan multikultural melalui pendidikan lingkungan
Pendidikan multikultural dapat diimplementasikan melalui pendidikan lingkungan dengan maksud agar peserta didik lebih dekat dengan keadaan lingkungan sebenarnya sehingga menumbuhkan rasa memiliki lingkungan, mencintai lingkungan dan menghargai eksistensi lingkunga yang juga bagian dari ekosistim dan mempengaruhi kehidupan manusia dan pelajaran yang terpenting yang dapat dimaknai peserta didik pendidikan lingkungan. Jika dikorelasikan dengan hakikat pendidikan multikultural bahwa alam lingkungan tidak pernah melakukan diskriminasi pada siapapun yang berinteraksi dengan alam seperti mengeluarkan Oksigen untuk dihirup oleh siapapun tanpa membedakan suku, ras, agama dan budaya. Makna ini menjadi titik tolak bagi peserta didik bahwa pendidikan multikultural melalui pendidikan lingkungan dapat menjadi acuan dalam mengembangkan sikap-sikap yang bernuansa multikulturalisme.
Tan, S. (2010) mengatakan pendidikan lingkungan hidup berupa “out door activities” yang dikaitkan dengan penyadaran bahwa sesungguhnya alam juga tidak pernah melakukan deskriminasi terhadap apapun. Pohon di hutan yang senantiasa menghasilkan oksigen yang sama banyaknya untuk dihirup oleh manusia dan hewan tanpa ada batasan dan diskriminasi. Lalu mengapa manusia yang memiliki akal budi tidak melakukan hal yang sama, memberi dan membantu tanpa ada diskriminasi dan pembedaan antar satu dengan lainnya.
Pelajaran yang berharga dari prilaku dan interaksi lingkungan menumbuhkan pikiran positif pada peserta didik dimana peserta didik skan memiliki pikiran positif terhadap lingkungan maka rasa peduli akan lingkungan yang lestari akan tertanam dan sikap selalu mencegah agar lingkungan alam tetap lestari menjadi perhatian peserta didik.
2. Pengembangan pendidikan multikultural di Sekolah
Menurut Lasmawan (2010) ada sejumlah strategi pendidikan yang harus dikembangkan seperti: 1) peningkatan pendidikan moral dan budi pekerti, penanaman pemahaman dan kesadaran (literasi) terhadap keberagaman kultur kebangsaan; 2) perbaikan kualitas proses dan produk pembelajaran, penyiapan perangkat instruksional yang mendukung peningkatan mutu pendidikan, dan hal-hal lain yang bersifat mikro seperti pengembangan model dan strategi pembelajaran yang visibel bagi pembelajara multikultur.
Pengembangan model pendidikan multikultur harus di orientasikan pada: 1) penanaman pemahaman dan kesadaran akan keberagaman dalam kesatuan; 2) pengintegrasian domain multikultur secara holistik ke dalam beberapa mata pelajaran; 3) pengembangan konsep dan generalisasi pokok pendidikan multikultur; 4) model pengorganisasian materi pendidikan multikultur; dan 5) pengembangan model penilaian kompetensi multikultur (Lasmawan, 2010).
G. Peran guru dan sekolah dalam implementasi dan pengembangan pendidikan multikultural

Menurut Laswama (2004) bahwa untuk bisa melaksanakan pendidikan multikultural, maka guru sebagai pengembang dan pelaksana kurikulum dituntut untuk mampu: (1) mengintegrasikan materi multikultur kedalam mata pelajaran/bidang studinya secara holistik, (2) memilih dan mengembangkan model pendidikan multikultur yang visibel bagi siswa, (3) mengembangkan model penilaian multikultur yang sesuai dengan tuntutan kurikulum formal, dan (4) melaksanakan tindak lanjut dari pendidikan multikultur yang telah dilaksanakan bagi ketuntasan pencapaian hasil belajar siswa.
Peran guru dan sekolah dalam implementasi pendidikan multikultural dan pengembangan pendidikan multikulutural pada satuan pendidikan sebagai berikut : 1) membangun paradigma keberagamaan; 2) menghargai keragaman bahasa; 3) membangun sensitivitas gender; 4) membangun sikap kepeduliaan sosial; 5) membangun sikap anti diskriminasi etnis; 6) membangun sikap anti Diskriminasi terhadap perbedaan kemampuan; 9) membangun sikap anti diskriminasi umur.

H. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat simpulkan sebagai berikut :
1. Pendidikan Multikultural adalah proses pendidikan yang memberikan pemahaman pada peserta dididk tentang pola interaksi dalam masyarakat akibat keanaekaragaman masyarakat. Pendidikan Multikultural merupakan alternatif dalam mengantisipasi timbulnya konflik sosial dikalangan peserta didik maupun masyarakat.
2. Dimensi pendidikan multikultural antara lain: 1) dimensi integrasi isi/materi (content integration); 2) dimensi konstruksi pengetahuan (knowledge construction); 3) dimensi pengurangan prasangka (prejudice reduction); 4) dimensi pendidikan yang sama/adil atau kesetaraan dalam pendidikan (equitable pedagogy); 5) dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial (empowering school culture and social structure).
3. Strategi dan menajemen pendidikan pendidikan multikultural pada satuan pendidikan dapat dilakukan pada beberapa aspek yaitu: 1) aspek kurikulum; 2) aspek pengelolaan kelas; 3) aspek perencanaan pembelajaran dan bahan ajar; 4) aspek proses pembelajaran; 5) aspek evaluasi pembelajaran pendidikan multikultural.
4. Implementasi pendidikan multikultural pada satuan pendidikan dapat dilakukan melalui: 1) terintegrasi dengan mata pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler; 2) kegiatan pengembangan diri yang terprogram maupun tidak terprogram, 3) kegiatan muatan lokal; 4) pendidikan berwawasan lingkungan.
5. Pengembangan pendidikan multikultural dapat dilakukan dengan cara : 1) peningkatan pendidikan, penanaman pemahaman dan kesadaran (literasi) terhadap keberagaman kultur kebangsaan; 2) perbaikan kualitas proses dan produk pembelajaran melalui pengembangan model dan strategi pembelajaran yang visibel bagi pembelajara multikultur; 3) pengintegrasian domain multikultur secara holistik ke dalam beberapa mata pelajaran; 4) pengembangan konsep dan generalisasi pokok pendidikan multikultur; 5) model pengorganisasian materi pendidikan multikultur; dan 6) pengembangan model penilaian kompetensi multikultur
6. Peran guru dan sekolah bagi keberhasilan implementasi dan pengembangan pendidikan multikultural pada satuan pendidikan yaitu: 1) membangun paradigma keberagaman; 2) menghargai keragaman; 3) membangun sensitif gender; 4) membangun sikap kepedulian sosial; 5) membangun sikap anti diskriminasi etnis; 6) membangun sikap anti diskriminasi terhadap perbedaan kemampuan; 7) membangun sikap anti diskriminasi terhadap umur.



DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Aly. (2003). Menggagas Pendidikan Islam Multikultural di Indonesia. dalam Jurnal Ishraqi, Volume II Nomor 1, Januari-Juli 2003, hlm. 60-73.

A. Effendi Sanusi. (2009). Pendidikan multikultural dan implikasinya. dapat diakses secara On-line di http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:6FMw-bXGeRoJ:blog.unila.ac.id/effendisanusi/%3Fp%3D412+pendidikan+multikultural&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id
Akhmad Sudrajat. (2008). Wacana pendidikan multikultural di Indonesia. dapat di akses secara on-line di
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:ZQxIWIdPTmcJ: akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/04/wacana-pendidikan-multikultural-di-indonesia/+pendidikan+multikultural&cd=3&hl=id&ct=clnk&gl=id

Asy’arie, M. (2004). Pendidikan multikultural dan konflik bangsa, Kompas, Jumat, 03 September 2004

Azra, A .(Agustus 2007). Keragaman Indonesia: Pancasila dan multikulturalisme, makalah yang disampaikan pada Semiloka Nasional “Keragaman Suku, Agama, Ras, Gender sebagai Modal Sosial untuk Demokrasi dan Masyarakat Madani: Resiko, tantangan dan Peluang”. Diselenggaran oleh Fakultas Psikologi UGM dengan Institute for Community Behavioral Change (ICBC) dan Konrad Adenauer Stiftung (KAS) di Yogyakarta 13 Agustus 2007.

Banks, J. 1993. Multicultural Education: Historical Development, Dimension, and Practice. Review of Research in Education.

Banks, J. and Banks. (1995). Teaching strategies for ethnic studies. Boston: Allyn and Bacon.

Banks, J. A (2001), Handbook of Research on Multicutural Education

Cardinas, Jose A.. (1975). Multicultural education: A generation of advocacy. America: Simon & Schuster Custom Publishing.

Dadang Iskandar, Wajah Kepala Sekolah dapat diakses secara on-line di Internet.

Direktorat Pembinaan SMA . ( 2010). Bahan bimtek standar nasional pendidikan-kurikulum tingkat satuan pendidikan. Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia Jakarta.

Dewey, J. (1964). Democracy and Education. New York: The Mac Millan Company, 1964

DEPAG RI dan IRD. (2003). Kurikulum berbasis multikulturalism, Majalah Inovasi Kurikulum Edisi IV, Tahun 2003.

Edi Hayat dan Miftahus Surur. (2005). Perempuan multikultural: negosiasi dan representasi. Jakarta: Desantara Utama.

Fajri, M. (2010). Pendidikan Berbasis Multikultural dapat dikases http://www.education-indonesia.net/home/index.php?option=com_content&view=article&id=215:pendidikan-berbasis-multikultural&catid=74:artikel-bebas&Itemid=255

Gustiana Isya Marjani. (November 2009). Multikulturalisme dan pendidikan: relevansi pendidikan dalam membangun wacana multikulturalisme di Indonesia. The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS) Surakarta, 2-5 November 2009

Gollnick, Donna M. (1983). Multicultural education in a pluralistik society. London: The CV Mosby Company.

Hamid Hasan. (2010). Pendekatan multikultural untuk penyempuraan kurikulum nasional dapat diakses secara on-line di http://www.pdk.go.id/balitbang/Publikasi/ Jurnal/No_026/pendekatan_hamid_hasan.htm
http://moshimoshi.netne.net/materi/ilmu_pendidikan/bab_9.htm, Pendidikan Multikultural.
http://timoramabi.blogsport.com;http://aldorian0570.wordpress.com.Pendidikan Multikultural dalam Pengembangan Kurikulum di Sekolah.

Ibrahim, R. (2008). Pendidikan multikultural : upaya meminimalisir konflik dalam era pluralitas agama. Jurnal Pendidikan Islam El-Tarbawi No. 1 Volume I tahun 2008.

Iis Arifudin. (2007). Urgensi implementasi pendidikan multikultural di sekolah. Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan P3M STAIN Purwokerto INSANIA/Vol. 12/No. 2/Mei-Agustus 2007/220-233.

Lasmawan, W. (2004). Pengembangan model pendidikan berdemokrasi dalam pembelajaran PKn di Sekolah Dasar. (Laporan Penelitian). Singaraja: Lembaga Penelitian IKIP Negeri Singaraja

____________.(2006). Nasionalisme dikalangan masyarakat pedesaan (studi eksploratif pendidikan politik oleh partai politik di Kecamatan Kintamani – Bangli). (Laporan Penelitian). Singaraja: Lembaga Penelitian Undiksha.

____________. (2010). Pendidikan multikultur dalam IPS dapat diakses secara On-line di http://lasmawan.blogspot.com/2010/10/pendidikan-multikultur-dalam-ips.html

Mahfud, Choirul. (2009). Pendidikan multikultural. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Naim, N. (2008). Pendidikan multikultural dalam tinjauan pedagogik. Dapat diakses melalui http://maulanusantara.wordpress.com/2008/04/30/pendidikan-multikultural-dalam-tinjauan-pedagogik/

Nasruddin, I. (2010). Menggagas pendidikan multikultural, dapat diakses secara on-line pada http://www.sunangunungdjati.com/blog/?p=10836.
Res Fobia. (2010). Peluang pendidikan multikultural di NTT dapat diakses secara on-line pada http://id.ceis-swcu.asia/pskti-arsip/articles/nusa-tenggara/2010/08/peluang-pendidikan-multikultural-di-ntt/

Sarilan dan Tsabit Azinar Ahmad. (2009). Urgensi pendidikan multikultural, Makalah Tugas Mata Kuliah Landasan Ilmiah Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret dapat diakses secara on-line pada http://www.scribd.com/doc/24643744/Urgensi-Pendidikan-Multikultural-Di-Indonesia

Sauqi, A dan Naim, N. (2008). Pendidikan multikultural konsep dan aplikasi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Sudarminta, J. (2011). Pendidikan multikultural : pengertian, sejarah, tujuan, persoalan pokok dan relevansinya untuk Indonesia. Materi Kuliah Epistemologi Kultural Program Doktor Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Sutjipto. (2005). Konsep pendidikan formal dengan muata budaya multikultural, Jurnal Pendidikan Penabur, No. 04/Th.IV/Juli 2005.

Suyatno, (2006). Dinamika pendidikan nasional : dalam percaturan dunia global. Jakarta: PSAP Muhammadyah.

Smith, Mark K. (2002). Curriculum Theory and Practice, dalam http://www.infed.org/biblio/b-curric.htm

Starr, Linda. (2004). Creating a Climate for Learning: Effective Classroom Management Technique, dalam http://www.educationworld.com/a_curr/curr155.shtml.

Garcia, Ricardo L. (1982). Teaching in a Pluristic Society: Concepts, Models, Strategies. New York: Harper & Row Publisher.

Tan, S. (2010). Pendidikan multikulturalisme : solusi ancaman disintegrasi bangsa. Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda, Medan dapat di akses secara on-line di internet

Tilaar, H.A.R., (2002). Perubahan sosial dan pendidikan : pengantar paedagogik transormatif untuk Indonesia. Jakarta : Grasindo.

-----------------. (2004). Multikulturalisme : tantangan-tantangan global masa depan dan transformasi pendidikan nasional, Jakarta : Grasindo

Yani Kusmarni. (2010). Pendidikan multikultural suatu kajian tentang pendidikan alternatif di Indonesia untuk merekatkan kembali nilai-nilai persatuan, kesatuan dan berbangsa di era global, dapat diakses secara On-line di internet.

Zamroni. (2010) The Implementation of multicultural education, A Reader. Graduate Program The State University of Yogyakarta.

1 komentar:

  1. The King Casino Online | Play Slots at The King Casino
    The King Casino Online | Play Slots at The King Casino. New players 우리카지노 only. €/$25 1xbet No Deposit Bonus. 18+, Only 더킹카지노 in Ireland. 30 Days.

    BalasHapus